Ketimun Bungkuk
Sudah
nasib ketimun bungkuk dak masok dalam timbangan 2X
Dak
jugo dalam itongan, aduh sayang
Apolagi
masok dalam idangan 2X
Malang
nasib ketimun bungkuk dak renti dicaci orang 2X
Dak
sudi ditoleh kawan, aduh sayang
Tinggallah
tegolek bawah timbangan 2X
Reff: Bilo nioan nasib badan macam ketimun lain
Disapo dipilih kawan berego bukan
main
Malang nian nasib awak
Kemano badan dibawa, kemano kaki
dianjak, aduh sayang
Jangan
lah beibo nian wahai ketimun bungkuk
Esok
subuh masih ayam bekokok
Segalonya
isi alam pasti ado duonyo
Kalau
ado malam ado siangnyo..
(Sebelumnya
izinkan saya bercerita *cerita pagi*) Ada salah satu pendapat yang mengatakan
bahwa mendengarkan atau menyanyikan lagu-lagu daerah merupakan sikap
nasionalisme. Jujur, saya sependapat dengan pernyataan itu. Nah, karena saya ingin menjadi warga
negara yang baik, maka saya ingin memupuk sikap nasionalisme saya kepada
Indonesia, dan segeralah saya berburu lagu-lagu daerah. Karena saya lahir dan
dibesarkan di tanah Jambi, maka lagu daerah tempat saya lahir itulah yang
pertama saya cari. Hingga bertemulah saya dengan lagu yang berjudul “Ketimun
Bungkuk”. Pernah dengar lagu ini kan?
Saya
pun mulai larut dalam alunan musiknya. “Ketimun bungkuk”, sedikit saya
mengerutkan kening. “Apa maknanya ya kira-kira?” Mengapa menggunakan istilah “ketimun
bungkuk”. Kemudian saya mulai berfilosofi, berpikir sejenak untuk merenungkan
pesan yang terkandung di dalam lirik lagu tersebut. Sesaat kemudian saya
mencoba menerjemahkan ke dalam bahasa manusia yang dimengerti oleh manusia lain
(adakah bahasa manusia yang tidak dimengerti manusia lain? Silahkan jawab
sendiri ya…hehee).