Judul : 2
Karya : Donny Dhirgantoro
Tahun Terbit : 2011
Jumlah Halaman :
418
Novel ini berkisah tentang sebuah keluarga kecil
yang terdiri Papa, Mama, Gita dan Gusni yang sangat mencintai dunia
bulutangkis. Gita adalah atlet perempuan Indonesia, sosok pekerja keras dan
pantang menyerah dalam setiap pertandingannya. Gusni Annisa Puspita, tokoh
utama, seorang anak yang kelebihannya adalah kekurangannya. Pada usianya yang
ke-18 tahun, Gusni harus menghadapi kenyataan pahit yang selama ini disimpan
rapat keluarganya. Papa mengungkapkan rahasia penyakit Gusni. Namun, akhirnya Gusni
memutuskan untuk bertahan hidup melalui bulutangkis. Walaupun tubuh tambunnya
berbobot 125 kg ini sering diejek dan terlihat aneh dilapangan bulutangkis,
namun ia tetap semangat dan pantang menyerah.
Andi
Hariyanto Maulana, pelatih legenda badminton tanah air, yang selalu
menyemangati Gusni dengan sebait kata, “jangan pernah meremehkan kekuatan seorang
manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah”.
Kata-kata yang bukan saja menjadi pelecut semangat Gusni namun juga
keluarganya. Pak Pelatih percaya bahwa Gusni mempunyai potensi karena sejak
kecil ia terbiasa membawa raket nyamuk kemanapun ia pergi. Setelah berlatih
bebarapa bulan, kemudian Pak Pelatih membawanya bersama pemain junior lainnya
untuk berlaga membela tanah air di kejuaran beregu bulutangkis wanita,
Khatulistiwa Terbuka.
Teriakan yel-yel penonton, “In..do..ne..sia”
yang membahana didalam stadion, kostum merah putih, kibaran sang dwiwarna dan
teriakan penyemangat lainnya seperti dalam pertandingan-pertandingan
bulutangkis di Indonesia, tersaji dalam untaian kata di novel ini. Antusiasme
ini menjadi musuh kedua dalam setiap pertandingan olah raga internasional di
negeri ini, karena setiap pertandingan itu bukan milik pribadi tapi milik segenap
masyarakat Indonesia. Akhirnya, berkat keyakinan dan kerja keras, bersama sang
kakak, Gita, Gusni berhasil membawa nama baik Indonesia dalam pertandingan
khatulistiwa terbuka tersebut. Sebuah keberhasilan di tengah kekurangan
hidupnya. Ia berhasil meraih cita-cita masa kecilnya, melihat kedua orang tuanya
bahagia dan membanggakan bangsanya.
Selain
itu, novel 2 ini juga menyinggung
masalah Reformasi tahun 1998, kali ini dari sudut pandang para korban. Gusni kecil
yang terjebak di antara kerumunan massa anarkis serta keluarga Harry yang harus
kehilangan sumber penghidupannya karena warung bakminya dibakar massa. Pembaca
dibawa kembali ke masa-masa kelam era reformasi, terbawa hanyut dalam ketakutan
yang dirasakan Gusni, Harry, dan keluarganya. Novel ini mengajak pembaca untuk
tidak pernah berputus asa dengan segala ketidaksempurnaan yang ada disekitar
kita. Ketidaksempurnaan yang harus disyukuri dan dicintai agar manusia terus
berani berjuang meraih mimpi. Memutuskan untuk berani mencintai, dan mencintai
dengan berani, demi diri pribadi, keluarga, bangsa dan negara tercinta.