Rabu, 07 Maret 2012

Aku Berani Mencintai, Aku Mencintai dengan Berani...

 
 
Judul                           : 2
Karya                          : Donny Dhirgantoro
Tahun Terbit                : 2011
Jumlah Halaman          : 418

Novel ini berkisah tentang sebuah keluarga kecil yang terdiri Papa, Mama, Gita dan Gusni yang sangat mencintai dunia bulutangkis. Gita adalah atlet perempuan Indonesia, sosok pekerja keras dan pantang menyerah dalam setiap pertandingannya. Gusni Annisa Puspita, tokoh utama, seorang anak yang kelebihannya adalah kekurangannya. Pada usianya yang ke-18 tahun, Gusni harus menghadapi kenyataan pahit yang selama ini disimpan rapat keluarganya. Papa mengungkapkan rahasia penyakit Gusni. Namun, akhirnya Gusni memutuskan untuk bertahan hidup melalui bulutangkis. Walaupun tubuh tambunnya berbobot 125 kg ini sering diejek dan terlihat aneh dilapangan bulutangkis, namun ia tetap semangat dan pantang menyerah.
            Andi Hariyanto Maulana, pelatih legenda badminton tanah air, yang selalu menyemangati Gusni dengan sebait kata, jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah. Kata-kata yang bukan saja menjadi pelecut semangat Gusni namun juga keluarganya. Pak Pelatih percaya bahwa Gusni mempunyai potensi karena sejak kecil ia terbiasa membawa raket nyamuk kemanapun ia pergi. Setelah berlatih bebarapa bulan, kemudian Pak Pelatih membawanya bersama pemain junior lainnya untuk berlaga membela tanah air di kejuaran beregu bulutangkis wanita, Khatulistiwa Terbuka.
            Teriakan yel-yel penonton, “In..do..ne..sia” yang membahana didalam stadion, kostum merah putih, kibaran sang dwiwarna dan teriakan penyemangat lainnya seperti dalam pertandingan-pertandingan bulutangkis di Indonesia, tersaji dalam untaian kata di novel ini. Antusiasme ini menjadi musuh kedua dalam setiap pertandingan olah raga internasional di negeri ini, karena setiap pertandingan itu bukan milik pribadi tapi milik segenap masyarakat Indonesia. Akhirnya, berkat keyakinan dan kerja keras, bersama sang kakak, Gita, Gusni berhasil membawa nama baik Indonesia dalam pertandingan khatulistiwa terbuka tersebut. Sebuah keberhasilan di tengah kekurangan hidupnya. Ia berhasil meraih cita-cita masa kecilnya, melihat kedua orang tuanya bahagia dan membanggakan bangsanya.
Selain itu, novel 2 ini juga menyinggung masalah Reformasi tahun 1998, kali ini dari sudut pandang para korban. Gusni kecil yang terjebak di antara kerumunan massa anarkis serta keluarga Harry yang harus kehilangan sumber penghidupannya karena warung bakminya dibakar massa. Pembaca dibawa kembali ke masa-masa kelam era reformasi, terbawa hanyut dalam ketakutan yang dirasakan Gusni, Harry, dan keluarganya. Novel ini mengajak pembaca untuk tidak pernah berputus asa dengan segala ketidaksempurnaan yang ada disekitar kita. Ketidaksempurnaan yang harus disyukuri dan dicintai agar manusia terus berani berjuang meraih mimpi. Memutuskan untuk berani mencintai, dan mencintai dengan berani, demi diri pribadi, keluarga, bangsa dan negara tercinta.