Kamis, 08 Desember 2011

Panggil Aku Tikus


“Astaghfirllah….”
“Sialannn,,,”
“Ya Allah…”
“Assemmm”
“Haaaaa????”
Begitulah reaksi spontanitas teman-temanku saat kuperlihatkan sebuah buku dengan judul “Jangan-Jangan Kau Bukan Manusia!” karya M.Irfan Hidayatullah. Ya. Membaca judul buku ini memang cukup membuat emosi kita terpancing untuk segera mengomentarinya. Bagaimana tidak? Kita adalah manusia. Dan memang benar-benar manusia. Bagi kita yang merasa manusia tentu akan merasa tersinggung dengan judul yang diberikan Irfan dalam buku bersampul merah tersebut. Namun, tahukah anda? Di dalam buku ini, dengan metafora, analog dan personifikasinya, penulis mengajak kita untuk kembali mengingat tentang semesta diri kita. Selama ini ternyata banyak diantara kita yang sudah melupakan hal-hal sepele dan yang sebenarnya hal itu membuat kita tak pantas untuk dikatakan “manusia.” Haaa? Mengapa bisa begitu????
Disini saya akan sedikit bercerita tentang buku yang membuat sebagian teman-teman saya itu mengumpat. Di dalam buku ini termuat beberapa cerita dengan judul yang kesemuanya memang memakai nama binatang. Beberapa judul itu adalah Ada Kupu-Kupu Ada Tamu, Anjing Dosenku, Bebek dan Anakku Izza, Ikan, Kalajengking, Ketika Cicak-Cicak Berpesta, Berkaca Mata Kuda, Laron-Laron Membungkusku, Lenguh Merpati, Memanggil Ayam, Panggil Aku Tikus, Ratu Kucing, Sepasang Merpati Senyap, Siapa Tak Takut Ular?, Kutu, dan Ulat-Ulat Pada Kematianku.

Keseluruhan judul tersebut menceritakan sedikit banyak tentang kepribadian manusia. Dengan imajinasinya yang tinggi, penulis berhasil melukiskan sifat-sifat manusia dengan menjadikan binatang sebagai simbol. Dapat dikatakan, binatang adalah simbol kelamahan dan keterpinggiran.
Berawal pada hari itu, saya sendiri juga terkejut ketika salah satu teman menyodori saya buku tersebut.
“Mbak udah pernah baca buku ini belum?”
“Belum,” jawabku singkat. “Judulnya apa tow?”
“Haaa… Ya Allah, tegane…” begitulah komentar saya saat pertama kali membaca judul buku tersebut.
“Baca yang judulnya ini mbak,” kata temanku bernada perintah. Kemudian dia membuka buku itu pada halaman yang berjudul “Panggil Aku Tikus”.
“Hiii, kog panggil aku tikus sichh,, nggak mau ah,” “Enak aja panggil aku tikus,” lanjutku lagi.
“Diwoco sek tow… komen ae senengane… wong kon moco kog malah komen,” kulirik temanku yang sedang ngomel. Perlahan kuraih buku tersebut kemudian saya memulai membacanya.
Hmmm, sejenak aku merenung setelah menyelesaikan sebuah cerita yang berjudul “Panggil Aku Tikus” itu.
“Benar juga….” Kataku dalam hati.
“Panggil aku tikus setelah ini. Saat ini adalah pembaptisan bagiku. Aku bisa kau panggil Prof. Dr. Tikus Sugiwo, M. Si.” Ungkap prof Tikus. Dalam cerita tersebut diungkapkan bahwa Tikus adalah simbol kebesaran. Maka, di negeri itu banyak orang yang ingin menjadi tikus. Segala hal, sedikit banyak tentang sifat-sifat tikus dikisahkan disana dan ternyata selama ini banyak manusia yang bangga dengan sifat-sifat tersebut.
Upsss,, jangan-jangan kamu salah satunya?? Hehehe :)